Untuk
meyakinkan pembaca bahwa murtad dari Islam ke Kristen adalah keputusan
terbaik, Penginjil Fatimah menghujat ibadah haji dan shalat dalam rukun
Islam.
Murtadin
yang mengaku mantan muslimah Timur Tengah ini menuduh haji sebagai
ibadah yang salah karena Tuhan melakukan pembunuhan terhadap umat yang
menyembah-Nya dalam ibadah tersebut. Berikut kutipannya:
“Saya
terus berdoa, berpuasa dan berzakat. Tapi satu hal yang tidak ingin
saya lakukan adalah pergi naik Haji.... Ketakutan untuk naik haji
berawal ketika seorang kerabat saya ikut terbakar
pada kejadian kebakaran tahun 1977. Dua tahun kemudian dia meninggal karena komplikasi. Tahun 2003 teman saya meninggal karena terinjak-injak
ketika naik Haji. Kecelakaan memang bisa terjadi di mana dan kapan
saja. Tapi ketika naik Haji, kita berangkat untuk beribadah kepada
Allah. Kita berharap pengalaman tersebut, atau paling tidak ibadah
kita, akan diberkati, bukan terpanggang atau terinjak sampai mati.
Mengapa
Allah membunuh orang yang menyembah-Nya? Selama bertahun-tahun, ada
satu pemikiran yang terus mengganggu saya: Mengapa Allah membunuh
orang-orang yang menyembah-Nya? Mengapa Ia begitu kejam jika mereka
melakukan hal yang benar? Bukankah ini merupakan pertanda ada yang tidak
benar tentang ibadah naik Haji?”
Fakta
adanya beberapa jamaah haji yang wafat di tanah suci, dianalisa secara
nakal oleh Penginjil Fatimah bahwa Tuhan membunuh orang yang
menyembah-Nya. Lalu disimpulkan secara miring bahwa ibadah haji ini
tidak benar.
Bila
konsisten dengan logika berpikirnya, seharusnya Penginjil Fatimah juga
menggugat fakta-fakta tragedi kejahatan seksual di gereja. Puluhan ribu
jemaat Katolik menjadi korban pelecehan seksual dan pedofilia oleh para
pastor, uskup dan biarawan di Irlandia, Jerman, Austria, Belanda,
Denmark, Swiss, Amerika Serikat, dll.
...Dengan logika yang sama, seharusnya Penginjil Fatimah membuat kesimpulan: “Mengapa Tuhan melakukan pelecehan seksual terhadap orang-orang yang menyembah-Nya di gereja Katolik?...
Dengan
logika yang sama nakalnya, seharusnya Penginjil Fatimah membuat
kesimpulan: “Mengapa Tuhan melakukan pelecehan seksual terhadap
orang-orang yang menyembah-Nya di gereja Katolik? Mengapa Ia begitu
kejam jika mereka melakukan hal yang benar? Bukankah ini merupakan
pertanda ada yang tidak benar tentang ibadah naik Haji?”
Itulah
logika berpikir obat nyamuk ala misionaris Kristen yang sangat bernafsu
melecehkan Islam. Logikanya berputar-putar tanpa ada pedoman yang pasti.
Seperti obat nyamuk, pada ujungnya akan habis terbakar tinggal
sisa-sisa abu belaka.
Mencari
kebenaran tidak bisa memakai logika obat nyamuk. Mencari kebenaran harus
didasarkan pada dalil-dalil yang jelas, tidak berdasarkan perasaan,
emosional, perkiraan maupun prasangka.
Rumusan
berpikir benar, bila benar katakan benar, dan sebaliknya bila salah
katakan salah. Pedoman salah dan benar suatu agama adalah kitab suci.
Bukan menghakimi segala hal dengan pertanyaan dan prasangka mengambang.
Sangat
berbahaya bila prasangka dan logika obat nyamuk dijadikan dasar menilai
suatu ajaran, karena sangat berpotensi membenarkan yang salah dan
menyalahkan yang benar.
Hujatan
penginjil Fatimah sebetulnya terbantah oleh pernyataannya sendiri. Dia
sendiri mengatakan bahwa dalam ibadah haji itu ada jamaah yang
“terbakar” dan “terinjak-injak.” Dua kata ini adalah kata kerja yang
tidak disengaja.
Bila ada
jamaah yang meninggal karena terinjak atau terbakar karena tidak
disengaja dan kesalahan teknis penyelenggara haji, mengapa Allah yang
disalahkan? Lalu ibadah yang diperintahkan-Nya disimpulkan tidak benar?
Penginjil
Fatimah boleh mempersalahkan dan menuduh Allah membunuh umat dalam
ibadah haji, bila dalam nas-nas suci terdapat perintah baik implisit
maupun eksplisit.
Padahal
semua perintah haji dalam Al-Qur'an maupun hadits tidak satu kata pun
yang menyatakan adanya misi pembunuhan itu. Perhatikan salah satu
perintah haji berikut:
“Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam” (Qs Ali Imran 97).
Tak
perlu banyak penjelasan, jelaslah bahwa tuduhan penginjil Fatimah
terhadap ibadah haji adalah omong kosong dan mengada-ada berdasarkan
khayalannya sendiri.
Memang cara pandang Islam yang haq dengan logika batil orang kafir itu jauh berbeda, misalnya dalam menyikapi musibah.
Memandang
adanya korban wafat ketika menukaikan ibadah haji, penginjil Kristen
langsung menyalahkan Tuhan sebagai kambing hitam pelaku pembunuhan.
Sebaliknya, umat Islam menyikapi musibah dengan iman dan sabar sepenuh pengharapan, sesuai ajaran Rasulullah SAW:
“Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusan baik baginya dan
kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat
kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila
mendapat musibah ia bersabar, dan itulah yang terbaik untuknya” (HR Imam Muslim).
Berdasarkan
petunjuk yang mulia ini, maka setiap mukmin senantiasa bersyukur saat
mendapat kesenangan dan selalu bersabar saat mendapat musibah. Musibah
adalah takdir dan ujian hidup untuk peningkatan iman menuju kehidupan
akhirat yang kekal abadi, maka ia tidak akan menggerutu dan berputus asa
(Qs Al-Baqarah 155).
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Qs Az-Zumar 10).
Walhasil,
cara pandang Penginjil Fatimah soal ibadah dan ketuhanan itu sangat
aneh dan menggelikan. Melihat fenomena meninggalnya umat Islam ketika
sedang menunaikan ibadah, buru-buru ia mengambinghitamkan Tuhan sebagai
pembunuh. Padahal logika sederhana dan waras tidak ada yang menyimpulkan
demikian.
Di sisi
lain, Penginjil Fatimah bisa menerima bulat-bulat doktrin Kristen bahwa
Tuhan berubah wujud (menjelma/inkarnasi) menjadi manusia Yesus untuk
disiksa, diludahi, disesah, dipaku, diarak hanya dengan secarik kain,
lalu dibunuh di tiang salib oleh manusia yang notabene adalah ciptaan
Tuhan sendiri.
Untuk
mengampuni dosa warisan seorang Adam, Tuhan harus repot-repot menjelma
jadi manusia untuk dibunuh secara tragis? Padahal nalar sehat meyakini
Tuhan Maha Pengampun yang setiap saat mengampuni hamba-Nya yang
bertaubat. [A. Ahmad Hizbullah MAG/Suara-Islam]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !